Selasa, 18 Desember 2012

Pengamen



Hmmm..ada yang unik nih di negeri ini, kalo dari judulnya udah tau kan apa yang kan dibahas.yup, pengamen .ngamen di bus kota, di kereta api, di perempatan jalan. emang sih banyak pendapat positif dan negatif dari masayrakat kepada pengamen. tapi kalo menurut saya sih pengamen itu menghibur dari suara musik yang khas, suara yang khas ( kadang pas-pas an, hehe), dan lokasi umum yang khas.
pernah suatu hari saya naik bis, di tengah jalan ada orang berdiri bawa gitar pake baju rapi, wah masak ngamen nih, pikir saya. wah ternyata beneran ngamen bro..haaaaaaaaaaaaah? bagus banget suranya, semacam nonton konser live, lagu dewa 19 yang dinyanyikan pun menemani saya menuju kota tujuan. lumayan menghibur. 


ada lagi yang lain, pengamen di kereta ekonomi yang selalu bawa sound sistem sendiri alias karaokean, walaupun fisiknya gak sempurna tapi suaranya mirip banget sama penyanyi jadul yang musiknya selalu didengerin bapak saya, mungkin karena itu juga dia selalu nyani lagu pop jadul haha..
ada lagi pengamen unik yang sering mampir di depan rumah, musik sama lirinya gak pas banget, tapi tuh pengamen pede nya minta ampun sambil cengar cengir, terhibur bukan karena lagunya tapi karena kocak tuh pengamen. gak sedikit juga lo pengamen yang nyanyi lagu buatan mereka sendiri, kebanyakan sih nyinggung masalah sosial.

dengan begitu banyak tipe pengamen dengan karakter yang berbeda berbanding lurus dengan dengan pendapat buruk tentang mereka. ada yang bilang mengganggu, gak ada kerjaan. ah itu kan pendapat publik, bagi saya mereka itu juga kerja,usaha, halal dan gak minta-minta. bahkan ada juga pelajar/mahasiswa yang nyambi jadi pengamen untuk nambah uang saku, bukankah mereka membantu orang tua mereka kalo gitu?
emang hidup itu hitam putih, kita juga gak tau alasan mereka memilih ngamen.

Anak jalanan?


Bukankah setiap anak di negeri ini berhak mendapat perlindungan oleh negara? mendapatkan pendidikan yang layak? itu seharusnya.
lalu bagaimana dengan anak jalanan? apa yang anda pikirkan ketika melihat anak jalanan? mereka itu hanyalah  anak-anak yang dirampas hak nya.hak untuk belajar dan hak bermain, tapi kenyataanya sekarang mereka berada di jalanan tidak lebih untuk mencari rupiah. mengamen, mulung, mengemis. bahkan tidak jarang mereka berbuat seperti itu atas perintah orang tua, atau lebih parahya mereka mendapat perintah dari orang yang tidak bertanggung jawab yang ingin mencari keuntungan dalam hal ini.
di perempatan yang ramai, kendaraan umum, di kerumunan sampah disanalah mereka melakukan aktifitas sehari-hari, bukankah tempat itu sangat berbahaya bagi anak-anak.
mereka seakan bertanggung jawab penuh atas kebutuhan diri mereka sendiri, ada pula yang menanggung beban seluruh keluarga. coba anda lihat

"Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu

Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang, lemas jarimu terkepal "

mungkin anda sering membaca kalimat itu. ya , itu merupakan lirik lagu bang iwan fals yang berjudul SORE TUGU PANCORAN, mungkin miris sekali jika melihat keadaan jaman sekarang yang katanya negara semakin maju, tapi nyatanya anjal semakin menjamur. bukankah sangat terlihat kesenjangan sosial dalam hal ini. beberapa hari yang lalu saya lumayan lega karena ternyata banyak anak jalanan yang masih semangat untuk belajar, yah semoga diantara mereka kelak bisa berguna bagi sesamanya atau bahkan di masyarakat luas.



tapi sebenarnya ini salah siapa? siapa yang bertanggung jawab atas hal ini? pemerintah ? ataukah kita juga harus ikut andil dalam menyelesaikan problem sosial ini? hati anda yang bisa menjawabnya.


sember gambar :
 http://ketapangcityku.blogspot.com/2012/07/warga-resah-anak-jalanan.html
http://djendrals-jack.blogspot.com/2012/04/kehidupan-anak-jalanan.html



Selasa, 11 Desember 2012

Gunung Kelud

"Beberapa saat yang lalu ada perebutan tentang kepemilikan Gunung Kelud antara Blitar dan Kediri,  jujur saja saya orang Blitar dan saya merasa penasaran tentang  hal ini, pernah saya bertanya kepada kakek tentang sejarah gunung kelud. kata beliau gunung itu memang membelah Blitar dan Kediri dan ada sejarah tersendiri di gunung itu. berikut ini adalah sedikit penjabaran tentang gunung kelud, untuk mencari sejarahnya silahakan browsing, ada web yang membahas hal tersebut"

[gunung+kelud.jpg]Gunung Kelud merupakan salah satu obyek wisata unggulan Kab. Kediri. Terletak di Desa Sugihwaras, Kec. Ngancar, arah timur Kota Kediri.
Dari Kota Kediri lewat Kec. Plosoklaten, Kec. Wates menuju Kec. Ngancar -/+ 27 km, dari Kec. Ngancar menuju Desa Sugihwaras -/+ 5 km, dan dari Desa Sugihwaras ke obyek wisata kawah G. Kelud -/+ 5 km. Cukup jauh juga, ya.

Perjalanan menuju lokasi berjalan lancar. Sepanjang jalan sudah banyak rambu-rambu dan papan penunjuk jalan menuju wisata G. Kelud. Jalan menuju G. Kelud sudah mulus dengan aspal hotmix, jadi bisa dilalui segala jenis kendaraan.

Mendekati lokasi wisata, pemandangan sangat mengesankan. Kanan kiri jalan berupa bebukitan yang menghijau, jurang dan tebing-tebing cadas yang kokoh.

Sekitar 3 km menjelang gerbang masuk obyek wisata, jalan menjadi berliku-liku dengan tanjakan yang cukup terjal dan turunan yang curam. Harus extra hati-hati mengemudikan kendaraan.

Akhirnya sampai juga di area parkir wisata G. Kelud yang luas. Suasana begitu asri, indah dengan udara pegunungan yang sejuk.

Dari area parkir kami harus jalan kaki menuju kawah G. Kelud. Melewati terowongan Ampera sepanjang -/+ 150 meter yang gelap gulita tanpa penerangan. (Menurut sejarahnya, terowongan ini dibangun tahun 1940 oleh Jepang yang digunakan sebagai jalan pembuangan lahar jika G. Kelud meletus).




Begitu keluar dari terowongan, berjalan beberapa langkah... Wah ! Subhanallah.. indah sekali. Terlihat hamparan pemandangan kawah G. Kelud. Danau kawah yang berwarna kehijau-hijauan. Sangat luas dan mempesona.

Untuk menuju kawah G. Kelud, kami harus menuruni jalan berupa tangga-tangga yang dibagi menjadi dua jalur. Jalur bagi wisatawan yang mau turun ke kawah dan jalur bagi wisatawan yang mau kembali ke area parkir, yang dibatasi dengan pagar besi. Jadi terlihat cukup tertib dan rapi, arus para wisatawan yang datang dan pergi untuk melihat keindahan kawah Kelud.

Di beberapa tempat juga sudah tersedia shelter. Shelter buat tempat istirahat bila kelelahan menapaki anak tangga dan bagi yang ingin berhenti sejenak untuk melihat pesona pemandangan G. Kelud.

Dari shelter akan terlihat panorama alam G. Kelud yang sangat indah. Danau kawah yang kehijau-hijauan dengan tebing-tebing tinggi yang menjulang perkasa di sekelilingnya. Panasnya terik mentari jadi tak terasa karena semilir angin dan sejuknya udara pegunungan.

Wah, cukup lelah juga menuruni anak tangga. Akhirnya, hamparan indah kawah G. Kelud ada di depan kami. Dari shelter yang tersedia, kami duduk-duduk menikmati pesona kawah G. Kelud. Subhanallah, indah sekali. Danau kawah berwarna kehijau-hijauan yang berada diantara kaki Gunung Kelud, Gunung Sumbing dan Gajah Mungkur. Panorama alam yang sangat mempesona.

Menjelang sore, kami segera beranjak meninggalkan keindahan kawah G. Kelud.
Kembali ke dunia nyata dan kembali bertemu dengan ananda tersayang, M. Hanif.

Fasilitas dan daya tarik wisata G. Kelud :


  • Panorama pegunungan yang indah dengan tebing-tebing tinggi yang menjulang perkasa
  • Danau kawah yang indah (seluas 12 Ha), berwarna kehijau-hijauan dan terkadang mengeluarkan aroma belerang yang lembut
  • Terdapat area untuk panjat tebing, jogging, lintas alam dan camping ground
  • Terowongan sepanjang -/+ 150 meter menuju kawah Kelud
  • Area parkir yang luas, kios-kios pedagang cinderamata, warung-warung makanan dan jajanan khas Kediri.


Wayang Kulit

" Mungkin diantara anda sekalian sudah tak asing lagi dengan kata WAYANG , Ya! wayang adalah budaya asli  Bangsa Indonesia. Tapi jaman sekarang Budaya bangsa kita ini sudah tergerus kemajuan jaman, hanya segelintir orang yang suka dan mau melestarikan wayang. apalagi jika ditanyakan kepada anak muda jaman sekarang, mereka cenderung lebih lebih menyukai menonton konser musik modern yang k-pop, j-pop dan sebagainya. bukannya saya tidak suka dengan budaya negara lain tersebut tapi kenapa sekan-akan mereka lebih mencintai budaya asing daripada budaya bangsa sendiri. mereka yang tidak suka hanya bilang WAH , GAK JAMAN, BUAT NGANTUK, dan kata-kata lain yang seakan meremehkan WAYANG. kalau bukan kita siapa lagi yang harus melestarikan budaya kita ini? NUNGGU DI AKUI BANGSA ASING BARU BILANG CINTA? "


Berikut ini adalah sejarah wayang yang diambil dari blog tetangga.


WAYANG salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang meliputi seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang, yang terus berkembang dari zaman ke zaman, juga merupakan media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat, serta hiburan.
Menurut penelitian para ahli sejarah kebudayaan, budaya wayang merupakan budaya asli Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Keberadaan wayang sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Walaupun cerita wayang yang populer di masyarakat masa kini merupakan adaptasi dari karya sastra India, yaitu Ramayana dan Mahabarata. Kedua induk cerita itu dalam pewayangan banyak mengalami pengubahan dan penambahan untuk menyesuaikannya dengan falsafah asli Indonesia.

Penyesuaian konsep filsafat ini juga menyangkut pada pandangan filosofis masyarakat Jawa terhadap kedudukan para dewa dalam pewayangan. Para dewa dalam pewayangan bukan lagi merupakan sesuatu yang bebas dari salah, melainkan seperti juga makhluk Tuhan lainnya, kadang-kadang bertindak keliru, dan bisa jadi khilaf. Hadirnya tokoh panakawan dalam_ pewayangan sengaja diciptakan para budayawan In­donesia (tepatnya budayawan Jawa) untuk mem­perkuat konsep filsafat bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, dan yang benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dalam disertasinya berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau menunjukkan keyakinannya bahwa wayang merupakan pertunjukan asli Jawa. Pengertian wayang dalam disertasi Dr. Hazeau itu adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Dengan demikian, wayang yang dimaksud tentunya adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal sekarang.

Asal Usul

Mengenai asal-usul wayang ini, di dunia ada dua pendapat. Pertama, pendapat bahwa wayang berasal dan lahir pertama kali di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur. Pendapat ini selain dianut dan dikemukakan oleh para peneliti dan ahli-ahli bangsa Indonesia, juga merupakan hasil penelitian sarjana-sarjana Barat. Di antara para sarjana Barat yang termasuk kelompok ini, adalah Hazeau, Brandes, Kats, Rentse, dan Kruyt.

Alasan mereka cukup kuat. Di antaranya, bahwa seni wayang masih amat erat kaitannya dengan keadaan sosiokultural dan religi bangsa Indonesia, khususnya orang Jawa. Panakawan, tokoh terpenting dalam pewayangan, yakni Semar, Gareng, Petruk, Bagong, hanya ada dalam pewayangan Indonesia, dan tidak di negara lain. Selain itu, nama dan istilah teknis pewayangan, semuanya berasal dari bahasa Jawa (Kuna), dan bukan bahasa lain.

Sementara itu, pendapat kedua menduga wayang berasal dari India, yang dibawa bersama dengan agama Hindu ke Indonesia. Mereka antara lain adalah Pischel, Hidding, Krom, Poensen, Goslings, dan Rassers. Sebagian besar kelompok kedua ini adalah sarjana Inggris, negeri Eropa yang pernah menjajah India.

Namun, sejak tahun 1950-an, buku-buku pe­wayangan seolah sudah sepakat bahwa wayang memang berasal dari Pulau Jawa, dan sama sekali tidak diimpor dari negara lain.

Budaya wayang diperkirakan sudah lahir di Indo­nesia setidaknya pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga, raja Kahuripan (976 -1012), yakni ketika kerajaan di Jawa Timur itu sedang makmur-makmur­nya. Karya sastra yang menjadi bahan cerita wayang sudah ditulis oleh para pujangga Indonesia, sejak abad X. Antara lain, naskah sastra Kitab Ramayana Kakawin berbahasa Jawa Kuna ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung (989-910), yang merupakan gubahan dari Kitab Ramayana karangan pujangga In­dia, Walmiki. Selanjutnya, para pujangga Jawa tidak lagi hanya menerjemahkan Ramayana dan Mahabarata ke bahasa Jawa Kuna, tetapi menggubahnya dan menceritakan kembali dengan memasukkan falsafah Jawa kedalamnya. Contohnya, karya Empu Kanwa Arjunawiwaha Kakawin, yang merupakan gubahan yang berinduk pada Kitab Mahabarata. Gubahan lain yang lebih nyata bedanya derigan cerita asli versi In­dia, adalah Baratayuda Kakawin karya Empu Sedah dan Empu Panuluh. Karya agung ini dikerjakan pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, raja Kediri (1130 - 1160).

Wayang sebagai suatu pergelaran dan tontonan pun sudah dimulai ada sejak zaman pemerintahan raja Airlangga. Beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu antara lain sudah menyebutkan kata-kata "mawa­yang" dan `aringgit' yang maksudnya adalah per­tunjukan wayang.

Mengenai saat kelahiran budaya wayang, Ir. Sri Mulyono dalam bukunya Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang (1979), memperkirakan wayang sudah ada sejak zaman neolithikum, yakni kira-kira 1.500 tahun sebelum Masehi. Pendapatnya itu didasarkan atas tulisan Robert von Heine-Geldern Ph. D, Prehis­toric Research in the Netherland Indie (1945) dan tulisan Prof. K.A.H. Hidding di Ensiklopedia Indone­sia halaman 987.

Kata `wayang' diduga berasal dari kata `wewa­yangan', yang artinya bayangan. Dugaan ini sesuai dengan kenyataan pada pergelaran Wayang Kulit yang menggunakan kelir, secarik kain, sebagai pembatas antara dalang yang memainkan wayang, dan penonton di balik kelir itu. Penonton hanya menyaksikan gerakan-gerakan wayang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. Pada masa itu pergelaran wayang hanya diiringi oleh seperangkat gamelan sederhana yang terdiri atas saron, todung (sejenis seruling), dan kemanak. Jenis gamelan lain dan pesinden pada masa itu diduga belum ada.

Untuk lebih menjawakan budaya wayang, sejak awal zaman Kerajaan Majapahit diperkenalkan cerita wayang lain yang tidak berinduk pada Kitab Ramayana dan Mahabarata. Sejak saat itulah cerita­cerita Panji; yakni cerita tentang leluhur raja-raja Majapahit, mulai diperkenalkan sebagai salah satu bentuk wayang yang lain. Cerita Panji ini kemudian lebih banyak digunakan untuk pertunjukan Wayang Beber. Tradisi menjawakan cerita wayang juga diteruskan oleh beberapa ulama Islam, di antaranya oleh para Wali Sanga. Mereka mulai mewayangkan kisah para raja Majapahit, di antaranya cerita Damarwulan.

Masuknya agama Islam ke Indonesia sejak abad ke-15 juga memberi pengaruh besar pada budaya wayang, terutama pada konsep religi dari falsafah wayang itu. Pada awal abad ke-15, yakni zaman Kerajaan Demak, mulai digunakan lampu minyak berbentuk khusus yang disebut blencong pada pergelaran Wayang Kulit.

Sejak zaman Kartasura, penggubahan cerita wayang yang berinduk pada Ramayana dan mahabarata makin jauh dari aslinya. Sejak zaman itulah masyarakat penggemar wayang mengenal silsilah tokoh wayang, termasuk tokoh dewanya, yang berawal dari Nabi Adam. Sisilah itu terus berlanjut hingga sampai pada raja-raja di Pulau Jawa. Dan selanjutnya, mulai dikenal pula adanya cerita wayang pakem. yang sesuai standar cerita, dan cerita wayang carangan yang diluar garis standar. Selain itu masih ada lagi yang disebut lakon sempalan, yang sudah terlalu jauh keluar dari cerita pakem.

Memang, karena begitu kuatnya seni wayang berakar dalam budaya bangsa Indonesia, sehingga terjadilah beberapa kerancuan antara cerita wayang, legenda, dan sejarah. Jika orang India beranggapan bahwa kisah Mahabarata serta Ramayana benar-benar terjadi di negerinya, orang Jawa pun menganggap kisah pewayangan benar-benar pernah terjadi di pulau Jawa.
Dan di wilayah Kulonprogo sendiri wayang masih sangatlah diminati oleh semua kalangan. Bukan hanya oleh orang tua saja, tapi juga anak remaja bahkan anak kecil juga telah biasa melihat pertunjukan wayang. Disamping itu wayang juga biasa di gunakan dalam acara-acara tertentu di daerah kulonprogo ini, baik di wilayah kota Wates ataupun di daerah pelosok di Kulonprogo.

Senin, 10 Desember 2012

Sejarah Bendera Merah Putih Indonesia

"Bagaimana sebenarnya merah-putih bisa jadi bendera kebangsaan negara kita ? banyak yang belum mengetahui hal ini, sayapun juga belum mengeatahui sejarahnya secara rinci. Bagaimana bisa dibilang warga negara Indonesia tapi warna bendera saja tidak tahu asal-usulnya,hmmmm.
Setelah browsing, di blog tetangga saya menemukan sejarah tentang bendera pusaka kita,Merah Putih."
Penggunaan dan arti warna Merah Putih di bumi Indonesia

Dalam sejarah Indonesia terbukti, bahwa Bendera Merah Putih dikibarkan pada tahun 1292 oleh tentara Jayakatwang ketika berperang melawan kekuasaan Kertanegara dari Singosari (1222-1292). Sejarah itu disebut dalam tulisan bahwa

Jawa kuno yang memakai tahun 1216 Caka (1254 Masehi), menceritakan tentang perang antara Jayakatwang melawan R. Wijaya.
Mpu Prapanca di dalam buku karangannya Negara Kertagama mencerirakan tentang digunakannya warna Merah Putih dalam upacara hari kebesaran raja pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk yang bertahta di kerajaan Majapahit tahun 1350-1389 M. Menurut Prapanca, gambar-gambar yang dilukiskan pada kereta-kereta raja-raja yang menghadiri hari kebesaran itu bermacam-macam antara lain kereta raja puteri Lasem dihiasi dengan gambar buah meja yang berwarna merah. Atas dasar uraian itu, bahwa dalam kerajaan Majapahit warna merah dan putih merupakan warna yang dimuliakan.
Dalam suatu kitab tembo alam Minangkabau yang disalin pada tahun 1840 dari kitab yang lebih tua terdapat ambar bendera alam Minangkabau, berwarna Merah Putih Hitam. Bendera ini merupakan pusaka peninggalan jaman kerajaan Melayu Minangkabau dalam abad ke 14, ketika Maharaja Adityawarman memerintah (1340-1347). Warna Merah = warna hulubalang (yang menjalankan perintah) Warna Putih = warna agama (alim ulama) Warna Hitam = warna adat Minangkabau (penghulu adat) – Warna merah putih dikenal pula dengan sebutan warna Gula Kelapa. Di Kraton Solo terdapat pusaka berbentuk bendera Merah Putih peninggalan Kyai Ageng Tarub, putra Raden Wijaya, yang menurunkan raja-raja Jawa.
Dalam babat tanah Jawa yang bernama babad Mentawis (Jilid II hal 123) disebutkan bahwa Ketika Sultan Agung berperang melawan negeri Pati. Tentaranya bernaung di bawah bendera Merah. Sultan Agung memerintah tahun 1613-1645.
Di bagian kepulauan lain di Indonesia juga menggunakan bendera merah putih. Antara lain, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII. Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII.
Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang – pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran.
Di jaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang.
Pada umumnya warna Merah Putih merupakan lambing keberanian, kewiraan sedangkan warna Putih merupakan lambang kesucian.
MERAH PUTIH DALAM ABAD XX

Bendera Merah Putih berkibar untuk pertama kali dalam abad XX sebagai lambang kemerdekaan ialah di benua Eropa. Pada tahun 1922 Perhimpunan Indonesia mengibarkan bendera Merah Putih di negeri Belanda dengan kepala banteng ditengah-tengahnya. Tujuan perhimpunan Indonesia Merdeka semboyan itu juga digunakan untuk nama majalah yang diterbitkan.
Pada tahun 1924 Perhimpunan Indonesia mengeluarkan buku peringatan 1908-1923 untuk memperingati hidup perkumpulan itu selama 15 tahun di Eropa. Kulit buku peringatan itu bergambar bendera Merah Putih kepala banteng.
Dalam tahun 1927 lahirlah di kota Bandung Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mempunyai tujuan Indonesia Merdeka. PNI mengibarkan bendera Merah Putih kepala banteng.
Pada tanggal 28 Oktober 1928 berkibarlah untuk pertama kalinya bendera merah putih sebagai bandera kebangsaan yaitu dalam Konggres Indonesia Muda di Jakarta. Sejak itu berkibarlah bendera kebangsaan Merah Putih di seluruh kepulauan Indonesia.
SANG SAKA MERAH PUTIH DI BUMI INDONESIA MERDEKA
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk pada tanggal 9 Agustus 1945 mengadakan sidang yang pertama dan menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Dalam UUD 1945, Bab I, pasal I, ditetapkan bahwa Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam UUD 1945 pasal 35 ditetapkan pula  bahwa bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Dengan demikian , sejak ditetapkannya UUD 1945 , Sang Merah Putih merupakan bendera kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sang Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan terhadap bendera Merah Putih negara Indonesia. Pada mulanya sebutan ini ditujukan untuk bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, saat Proklamasi dilaksanakan. Tetapi selanjutnya dalam penggunaan umum, Sang Saka Merah Putih ditujukan kepada setiap bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam setiap upacara bendera.
Bendera pusaka dibuat oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno, pada tahun 1944. Bendera berbahan katun Jepang (ada juga yang menyebutkan bahan bendera tersebut adalah kain wool dari London yang diperoleh dari seorang Jepang. Bahan ini memang pada saat itu digunakan khusus untuk membuat bendera-bendera negara di dunia karena terkenal dengan keawetannya) berukuran 276 x 200 cm. Sejak tahun 1946 sampai dengan 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI. Sejak tahun 1969, bendera itu tidak pernah dikibarkan lagi dan sampai saat ini disimpan di Istana Merdeka. Bendera itu sempat sobek di dua ujungnya, ujung berwarna putih sobek sebesar 12 X 42 cm. Ujung berwarna merah sobek sebesar 15x 47 cm. Lalu ada bolong-bolong kecil karena jamur dan gigitan serangga, noda berwarna kecoklatan, hitam, dan putih. Karena terlalu lama dilipat, lipatan-lipatan itu pun sobek dan warna di sekitar lipatannya memudar.
Setelah tahun 1969, yang dikerek dan dikibarkan pada hari ulang tahun kemerdekaan RI adalah bendera duplikatnya yang terbuat dari sutra. Bendera pusaka turut pula dihadirkan namun ia hanya ‘menyaksikan’ dari dalam kotak penyimpanannya.
Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci. Merah melambangkan tubuh manusia, sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan untuk Indonesia.
Ditinjau dari segi sejarah, sejak dahulu kala kedua warna merah dan putih mengandung makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa/gula aren dan warna putih mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ketika Kerajaan Majapahit berjaya di Nusantara, warna panji-panji yang digunakan adalah merah dan putih (umbul-umbul abang putih). Sejak dulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan di dalam rahim berupa bubur yang diberi pewarna merah sebagian. Orang Jawa percaya bahwa kehamilan dimulai sejak bersatunya unsur merah sebagai lambang ibu, yaitu darah yang tumpah ketika sang jabang bayi lahir, dan unsur putih sebagai lambang ayah, yang ditanam di gua garba.
Dalam sejarah perjuangan kemrdekaan Indonesia, Bendera Pusaka tidak pernah jatuh ke tangan musuh, meskipun tentara kolonial Belanda menduduki Ibukota Negara Republik Indonesia.